Beranda ADVERTORIAL Makna Iduladha dan Spirit Pengorbanan di Masjid Taqwa Lakessi

Makna Iduladha dan Spirit Pengorbanan di Masjid Taqwa Lakessi

Pengurus Masjid Bersama Ust. Asman S.Pd., M.Pd. dan Imam Masjid Taqwa Ust. Sulaimam.

PAREPARE, SUARA AJATAPPARENG — Takbir berkumandang menggema sejak subuh menyambut datangnya hari raya kurban. “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahilhamd!” Suasana penuh haru dan khidmat menyelimuti kawasan Masjid Taqwa Lakessi, tempat umat Islam Kota Parepare berkumpul menunaikan Salat Iduladha, Ahad pagi 10 Zulhijjah 1446 H.

Shalat Iduladha dipimpin langsung oleh Imam Masjid Taqwa, Ustaz Sulaiman, yang dikenal dengan bacaan tartil yang menyentuh. Sedangkan khutbah Id dibawakan penuh makna oleh Ustaz Asman, S.Pd., M.Pd., dengan materi yang menggugah jiwa: tentang keikhlasan Nabi Ibrahim A.S. dan ketundukan Nabi Ismail A.S. terhadap perintah Allah SWT.

“Hari ini bukan sekadar hari raya biasa. Ini adalah momen agung bagi orang-orang beriman untuk mengenang pengorbanan terdalam dalam sejarah umat manusia: kisah agung ayah dan anak yang rela menyerahkan segalanya demi Allah,” ujar Ustaz Asman dalam khutbahnya.

Khutbah menyentuh sisi terdalam para jemaah. Di bawah teriknya matahari pagi, tidak sedikit jamaah yang menunduk dalam-dalam, menahan haru dan merenungi kisah agung dalam Surah As-Saffat tentang pengorbanan dan ketundukan. Pesan moral yang dibawa pun terasa begitu relevan: bahwa berkurban adalah ujian keimanan, dan keikhlasan adalah puncak dari ketundukan kepada Sang Khalik.

“Kurban bukan semata menyembelih hewan. Ia adalah simbol ketaatan, pengingat bahwa manusia harus melepaskan keterikatan pada dunia, pada ego, dan pada kesombongan,” lanjutnya.

Takbir, Haru, dan Kesyahduan Usai Khutbah

Penulis yang hadir langsung dalam shaf terdepan, tak jauh dari mimbar khutbah, bersama H. Anwar Halim (H. Ambo), Ketua Pembangunan Masjid Taqwa, dan Makmur, selaku Sekretaris Masjid, turut merasakan nuansa yang sangat syahdu usai khutbah ditutup.

Sejenak setelah khutbah berakhir dan imam mengucapkan salam penutup, rasa haru menyelimuti suasana. Takbir kembali menggema, namun kali ini terasa lebih dalam: menggetarkan jiwa dan meneteskan air mata bagi mereka yang larut dalam makna kurban.

“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahilhamd…”

Dalam suasana sakral tersebut, penulis berkesempatan langsung bersalaman dengan Ustaz Asman yang baru saja menyampaikan khutbah penuh hikmah, serta Ustaz Sulaiman sang imam yang memimpin shalat dengan khusyuk. Sebuah momen spiritual yang menyentuh dan mempererat tali persaudaraan antar sesama muslim.

Iduladha: Cermin Pengikis Kesombongan

Bagi penulis, Iduladha bukan sekadar ritual tahunan, melainkan momentum untuk merefleksikan diri. Kisah Nabi Ibrahim bukanlah dongeng semata, melainkan cermin yang menampar kesombongan kita sebagai manusia modern yang sering kali lebih terikat pada dunia daripada Sang Pencipta.

“Dalam pengorbanan Nabi Ibrahim, ada pesan universal: tunduk pada perintah Allah di atas segala hal. Bahkan anak yang dicintai pun tidak boleh lebih utama daripada cinta pada Ilahi,” tulis penulis dalam catatannya.

Kurban bukan sekadar berbagi daging, tapi juga menghidupkan empati sosial, meruntuhkan keakuan, dan menghidupkan rasa peduli terhadap sesama. Inilah makna terdalam dari Iduladha: menguatkan iman, mempererat ukhuwah, dan menumbuhkan cinta kasih di tengah masyarakat.

Akhir Kata
“Semoga Iduladha kali ini memberi makna bagi kita semua. Mari kita jadikan pengorbanan Ibrahim sebagai teladan untuk menghapus kesombongan dan memperkuat keikhlasan. Karena di atas segalanya, hanya Allah-lah yang berkuasa,” tutup penulis penuh harap.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahilhamd.


Ditulis oleh:
Abdul Razak Arsyad, S.H., M.H.
Penulis adalah pegiat sosial keagamaan dan kolumnis tetap di Suara Ajatappareng.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini