Beranda ADVERTORIAL PPPK Bukan “Ban Serep”: Pernyataan Kepala BKN Dinilai Keliru dan Merendahkan

PPPK Bukan “Ban Serep”: Pernyataan Kepala BKN Dinilai Keliru dan Merendahkan

Ktr BPN Indonesia.

JAKARTA, SUARA AJATAPPARENG – Gelombang kritik kembali menyeruak dari tubuh Aparatur Sipil Negara (ASN), kali ini datang dari kalangan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) se-Indonesia. Penyebabnya, sebuah pernyataan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, S.H., M.H., yang dinilai merendahkan martabat PPPK.

Dalam sebuah video di akun TikTok @sekolahpasca.unilak, Zudan menjelaskan konsep ASN dengan menyebut bahwa PPPK hanyalah tenaga siap pakai untuk mengisi kekosongan sementara PNS. Ia menegaskan bahwa “ASN ada dua, yaitu PNS dan PPPK. PNS adalah jenjang karier yang asli. Jika ada jabatan yang tidak diisi PNS, maka diangkatlah PPPK. Jadi PPPK itu tenaga siap pakai untuk mengisi kekosongan sementara.”

Pernyataan inilah yang memicu reaksi keras. Aliansi PPPK menilai ucapan tersebut bukan saja menyesatkan, tetapi juga bertentangan dengan dasar hukum yang berlaku.

“Pernyataan Prof. Zudan itu jelas keliru. Dalam UU ASN No. 20 Tahun 2023 Pasal 1, tidak ada satu pun kalimat yang menyebut PPPK sebagai pengisi sementara PNS. Undang-undang jelas menyebut PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan dan/atau menduduki jabatan pemerintahan,” tegas salah satu anggota Aliansi Merah Putih PPPK.

Aliansi PPPK menilai pernyataan Kepala BKN justru berpotensi melemahkan posisi mereka di mata publik maupun instansi pemerintah. Padahal, PPPK telah melalui proses seleksi ketat, sama seperti PNS, bahkan banyak di antaranya sudah mengabdi puluhan tahun sebelum resmi diangkat.

Lebih jauh, kesalahan Zudan dianggap kontraproduktif terhadap semangat reformasi birokrasi. Narasi “ban serep” yang dilekatkan pada PPPK berpotensi menimbulkan diskriminasi baru di lingkungan kerja ASN, serta meruntuhkan rasa keadilan yang selama ini diperjuangkan.

Pertanyaannya, apakah seorang Kepala BKN boleh membuat interpretasi hukum yang tidak sejalan dengan undang-undang yang berlaku? Jika pernyataan tersebut terus dipelihara, dikhawatirkan PPPK akan semakin termarginalkan, padahal negara sudah mengakui mereka sebagai bagian sah dari ASN.

Di tengah upaya pemerintah mendorong profesionalisme birokrasi, publik justru menagih akuntabilitas dari pejabat negara. Kritik keras kepada Prof. Zudan adalah tanda bahwa PPPK tidak mau lagi diperlakukan sebagai pegawai kelas dua.

Apakah pemerintah berani meluruskan kesalahan narasi ini? Ataukah PPPK harus kembali berjuang sendirian menuntut pengakuan yang sejatinya sudah dijamin undang-undang?(*AD).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini